Siak:Riaunet.com-Dalam upaya memberikan penanganan dan perlindungan serta pembinaan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana (DPPAKB) Kabupaten Siak, mengadakan Fokus Group Discussion (FGD) Penanganan Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH) Kabupaten Siak tahun 2018.
Acara ini diselenggarakan di Ruang rapat Sri Indrapura Kantor Bupati Siak, Senin (26/11/2018). Serta menghadirkan narasumber Matridi Umar Fasilitator Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Provinsi Riau, dan Risdayati dari Pusat Study Wanita (PSW) Universitas Riau.
Dalam sambutannya, Asisten Administrasi Umum Setda Kab.Siak Jamaluddin mengatakan bahwa didalam jenjang usianya, tidak heran terkadang anak ingin mencoba hal yang baru. Akan tetapi kebanyakan hal yang mereka lakukan itu ujungnya akan membawa berhadapan dengan hukum.
“Untuk itu, anak kita juga mempunyai hak perlindungan yang sama, yakni perlindungan terhadap Hukum”, ucap Jamaluddin.
Masih kata Jamal, salah satu faktor yang membuat anak berhadapan dengan hukum, adalah kurangnya perhatian, waktu serta kasih sayang orang tua kepada anaknya.
“Saya berpesan kepada kita semua, sesibuk apapun kita dalam bekerja, mari luangkan waktu untuk anak kita, agar kita bisa membimbing serta memberikan kasih sayang kepada mereka”, harap Asisten III tersebut.
Melanjutkan penjelasan dari Asisten III, Plt Kadis DPPAKB menjelaskan, ada beberapa Faktor penyebab ABH, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Penyebab internal ABH mencakup:
1. Keterbatasan kondisi ekonomi keluarga ABH.
2. Keluarga tidak harmonis (broken home).
3. Tidak ada perhatian dari orang tua, baik karena orang tua sibuk bekerja dan lain-lain.
Sementara, faktor Eksternal ABH, antara lain:
1. Pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi, tanpa diimbangi kesiapan mental oleh anak.
2. Lingkungan pergaulan anak dengan teman-temannya yang kurang baik.
3. Tidak adanya lembaga atau forum curhat untuk konseling tempat anak menuangkan isi hatinya.
4. Kurangnya fasilitas bermain anak mengakibatkan anak tidak bisa menyalurkan kreativitasnya, dan kemudian mengarahkan kegiatannya untuk melanggar hukum.
“Jadi, kita Sebagai orang tua, harus sabar, menjadi teladan bagi anak, selalu mengamati perubahan perilaku anak, mau mendengarkan keluhan anak, menjadikan anak sebagai teman, selalu meluangkan waktu bersama anak. Insyaallah anak kita tidak akan berhubungan dengan hukum”, kata Robiati.
Selain itu, sambungnya, dalam melakukan pencegahan anak tidak berhadapan dengan hukum, harus berbasis masyarakat, dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pengurus rt/rw, pkk, dan lainnya.
“Adapun upaya yang kami lakukan untuk menjauhkan anak dari hukum, yaitu melakukan kampanye kekerasan terhadap anak dan perempuan, melakukan seminar terhadap perempuan dan anak dari tindakan kekerasan, membentuk satgas kdrt disetiap kecamatan dan kampung”, kata Robiati. [rls/hms].
Komentar