Pekanbaru:Riaunet.com-Dalam minggu ini, Redaksi Harian Berantas didampingi sejumlah rekan Pers/Wartawan menemui Presiden RI, Kapolri, KPK dan ketua Dewan Pers di Jakarta seputar dugaan penyimpangan yg diduga dilakukan Bupati Bengkalis Amril Mukminin terhadap pelaku pekerja Pers yang saya ini sedang disidangkan di PN Pekanbaru-Riau.
Bupati Bengkalis, Amril Mukminin menegaskan bahwa sengketa pemberitaan di media tidak perlu dilaporkan ke Dewan Pers dan bisa langsung dilaporkan ke polisi.
Hal itu terungkap saat awal sidang Amril Mukminin ditanya hakim Sorta tentang kasus yang dilaporkannya ke Polda Riau dan bergulir hingga ke PN Pekanbaru.
“Saya emosi karena membaca judul berita itu, jadi tidak lagi membaca isinya. Saya besoknya langsung melaporkan ke Polda Riau,” ungkap Amril yang mengaku emosi karena berita di media daring yang dinilainya memojokkannya dan memfitnah dirinya sebagai seorang Bupati yang akibatnya merugikan dirinya dan mencemarkan nama baiknya.
Waktu ditanya apakah Amril Mukminin tidak melaporkan pemberitaan itu ke dewan pers dengan tegas dijabatnya bahwa itu tidak perlu ke dewan pers dan langsung dilaporkan ke Polda Riau.
Demikian juga dengan upaya penyelesaian sengketa pers lainnya yang diamanatkan di UU Nomor 40 tahun 1999 bahwa harus ada inisiasi dan hak koreksi dari orang yang merasa dirugikan dari pemberitaan sebuah media.
Amril Mukminin yang hadir pada sidang ke 13 gugatannya melawan media www.harianberantas.co.id di Pengadilan Negeri Pekanbaru, terlihat kurang nyaman dalam memberikan keterangan karena beberapa kali bolak-balik dalam jawabannya.
Contohnya, setelah itu Amril Mukminin juga mengatakan telah melaporkannya ke Dewan Pers dan telah dilakukan “sidang kode etik” Sehingga di hasilkansana rekomendasi atau PPR dari Dewan Pers.
Senin, (08/10/2018), PN Pekanbaru terlihat berbeda dari hari-hari sebelumnya, karena hadir sebagai saksi hari itu Bupati Bengkalis Amril Mukminin hadir setelah 12 kali sidang bergulir. Kehadiran Amril Mukminin ini bersama puluhan orang yang bertubuh tambun dan besar serta bertampang sangar.
Mereka memenuhi ruang sidang menyaksikan “bos” mereka sebagai saksi pelapor.
Dalam kesaksiannya, Amril Mukminin menjawab dengan tidak konsisten. Salah satunya, di awal sidang salah seorang hakim yang memeriksa sidang ini menanyakan apakah saksi kenal terdakwa Toro. Dijawab, saksi kenal terdakwa sebagai warga Bengkalis. Tidak sebagai LSM ataupun wartawan.
Tapi, kemudian dalam kesaksiannya beberapa lama kemudian dia mengatakan saksi datang menemuinya sebagai LSM. Sementara, Toro saat dikonfirmasi usai sidang mengatakan bahwa kehadirannya di rumah Bupati Bengkalis karena dipanggil melalui Timses Amril Mukminin waktu mencalonkan jadi Bupati.
Pada kesempatan lain Amril Mukminin mengatakan bahwa pemberitaan di media dari terdakwa yang beruntun sampai delapan atau sembilan kali membuatnya merasa dirugikan dan sebagai Bupati dia tidak ingin reputasinya jatuh karena pemberitaan itu. Itulah yang jadi sebab utama dirinya melaporkan terdakwa ke Polda Riau dengan sangkaan UU ITE.
Yang paling mengherankan dalam sidang pemeriksaan saksi kali ini di PN Pekanbaru adalah Hakim Ketua yang seakan berpihak pada saksi. Buktinya, setiap kuasa hukum terdakwa bertanya pada saksi selalu dipotong dan dibatasi dengan alasan tidak perlu pertanyaan seperti itu.
Contohnya, saat PH Terdakwa menanyakan apakah saksi bertemu terdakwa tahu kalau terdakwa wartawan, saksi mengatakan tidak tahu dan hanya kenal sebagai seorang LSM.
Padahal sebelumnya saksi mengatakan tidak tahu kalau terdakwa LSM atau wartawan saat bertemu dirinya saat itu. Tapi hakim langsung memotong karena menganggap itu pertanyaan tidak perlu lagi karena sudah dijawab sebelumnya bahwa saksi tidak tahu apakah terdakwa LSM atau wartawan.
Lebih kurang satu jam jadi saksi di persidangan Bupati Bengkalis Amril Mukminin terlihat sangat tidak mengerti dengan UU dan terkesan bolak-balik dalam jawabannya. Bahkan salah satu majelis hakim sempat memprotes kesaksian saksi yang dikatakan berkelit-kelit.
Meskipun awalnya tidak mengerti dengan UU No. 40 Tahun 1999 yang melindungi kerja jurnalistik tapi kemudian saksi juga membacakan PPR Dewan Pers yang ternyata sudah dikantonginya. Sayangnya saat ditanyakan PH Terdakwa pelaksanaan PPR itu apakah dilakukan saksi, kembali hakim meminta pertanyaan itu tidak ditanyakan karena tidak penting.
Sidang yang menghadirkan saksi pelapor ini harusnya sudah berlangsung sejak sidang pertama beberapa bulan lalu, tapi dengan berbagai dalih dan alasan saksi mengirimkan surat tidak bisa hadir di ruang sidang PN Pekanbaru. Dan baru pada sidang ke 13 inilah saksi datang.[rom/rls].
Komentar