Pekanbaru:Riaunet.com-Novi (23) seorang mahasiswi semester akhir salah satu perguruan tinggi di Pekanbaru harus berjuang seorang diri untuk pengobatan ibunya yg mengalami luka berat hingga buta akibat penganiayaan oleh bapak tirinya Arman.
Menurut penuturan Novi, Peristiwa penganiayaan ini terjadi sekira Agustus 2018 silam di kediaman mereka Jl. Batang Kampar, Kec Marpoyan Damai Pekanbaru .
Si pelaku Arman yang sering berlaku kasar kepada Novi dan ibunya Halina, hari itu tanpa sebab yang jelas memukuli Halina dengan kayu. Pada Kayu seukuran lebih kurang 75cm tersebut
tertancap sejumlah paku tajam. Tidak hanya itu Halina dilempar ke parit lalu diinjak-injak.
Pengobatan ibu Novi dengan layanan BPJS mesti dirujuk ke Jakarta karena mata sang ibu harus dioperasi.
“setidaknya 3 sampai 4 kali operasi untuk penyembuhan luka. Namun untuk berfungsi dan dapat melihat seperti sediakala sangat kecil kemungkinannya” ujar Novi dengan lirih.
Halina harus dirawat untuk jangka waktu yang lama, sementara layanan BPJS untuk rujuk ke Jakarta harus diperbarui setiap tiga bulan sekali.
Novi mencoba mengurus perpanjangan BPJS tanpa menghadirkan ibunya, agar menghemat biaya. Tetapi tidak berhasil.
“Katanya, ibu saya harus diperiksa lagi oleh dokter di sini, baru bisa dapat surat perpanjangan rujukannya,” kata Novi. Artinya, Novi dan ibunya harus bolak balik Jakarta-pekanbaru untuk perpanjangan surat rujukan.
Di saat gadis lain bersenang-senang dengan teman dan keluarga, Novi justru bingung dan sedih, kemana harus mencari biaya buat ongkos pesawat dan makan.
Lain lagi proses hukum atas kasus KDRT yang menimpa Halina. Perjuangan Novi untuk mendapatkan keadilan dengan hukuman yang setimpal terhadap pelaku berakhir sudah.
Senin 7 Januari 2019 Arman di vonis bersalah melakukan tindak pidana KDRT yakni memukul serta mencongkel mata korban dengan hukuman 2tahun 10bulan penjara ditambah subsidier 4bulan penjara.
Dalam persidangan yang terbuka untuk umum Arman dengan ucapan riang gembira menyatakan siap menerima hukuman tersebut.
“Tidak apa-apa hukuman segitu akan saya jalani, dan saya terima,” kata Arman dengan tangan terbuka dan suara lantang sembari berdiri menyalami majelis hakim.
Novi yang didampingi advokat P2TP2A Asmanidar dalam sidang putusan tersebut gemetar dan turut berdiri, sambil terisak ingin mengejar pelaku dan majelis hakim. Namun seorang jaksa dan Asmanidar mencoba menghalangi dan menenangkan Novi.
“Perjuangan saya berakhir bu. Ibu saya buta. Sementara pelakunya hanya dihukum ringan,” suara Novi lirih.
Secara terpisah usai persidangan Asmanidar menjelaskan kepada sejumlah awak media. Bahwa beberapa perkara KDRT yang sempat ditanganinya melalui P2TP2A Pekanbaru cenderung dihukum ringan.
Beberapa tahun yang lalu kata Asmanidar, seorang istri yang juga dianiaya suami hingga patah rahang dan harus dioperasi 4kali, hanya diganjar hukuman 4tahun. Padahal ancamannya 10 tahun penjara.
“Dalam tuntutan dan putusan jelas disebutkan terbukti melanggar Pasal 44 ayat 2 dan mengakibatkan korban mengalami cacat tetap, jadi semua unsur pasal terbukti. Nah kasus ibu Halina juga demikian. Terbukti melanggar Pasal yang sama tetapi tuntutannya ringan, cuma 3tahun penjara. Akibatnya putusannya juga rendah,” kata Asmanidar.
Asmanidar bersama timnya bertekad akan memperjuangkan perkara-perkara seperti ini kepada pihak terkait. Agar semua pihak punya perspektif terhadap korban. Dan pelaku mendapat ganjaran yang setimpal.[Rom].
Komentar