JAKARTA:Riaunet.com~Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Mikro (UKM) menargetkan pabrik minyak merah siap dibangun pada pertengahan Oktober 2022. Minyak makan merah akan dijadikan sebagai uji coba pengganti minyak goreng.
Lantas, apa yang dimaksud minyak makan merah atau minyak merah?
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Goreng Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat M Sinaga menambahkan, sejarah minyak goreng yang saat ini dikonsumsi masyarakat memiliki perjalanan panjang.
Dijelaskannya bahwa minyak goreng dengan bahan utama kelapa sawit baru diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1980. Minyak kelapa sawit dipilih sebagai alternatif pengganti minyak kelapa.
“Minyak kelapa itu berwarna putih-kuning dan clear, cuma harganya mahal maka dicari alternatifnya, yaitu minyak goreng sawit,” ujar Sahat, Kamis (13/10/2022).
Saat kelapa sawit diolah menjadi minyak goreng untuk alternatif dari minyak kelapa, masyarakat justru tidak tertarik karena warna merah. Sebab, sangat melekat di benak masyarakat luas, bahwa minyak goreng harus berwarna jernis seperti minyak kelapa.
Berdasarkan pertimbangan itu, produsen minyak goreng menggunakan teknik bleaching. Sayangnya, menghilangkan ‘identitas’ warna asli minyak kelapa sawit untuk minyak goreng berdampak pada kandungan nutrisi alami.
“Nutrisi-nutrisi alami yang tersedia di minyak sawit secara alami itu dibuang sebagai sampah,” tulisnya.
Harga Jual Minyak Makan Merah Rp9.000 Dinilai Tak Rugikan Petani. Eks Dirjen Kemendag Sebut Pelaku Usaha Bantu Atasi Kelangkaan Minyak Goreng.
Dia menuturkan, dengan teknologi pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit mentah (CPO) dengan proses sterilisasi pada suhu 142 derajat celcius atau steam 3 bar, banyak alami yang sudah hancur.
“Jadi jika minyak merah ditujukan ke minyak goreng, maka pilihan pemakaian produk itu diserahkan kepada konsumen, bukan produsen,” pungkasnya.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki menyebut harga jual Minyak Makan Merah akan lebih murah dibandingkan minyak goreng curah atau kemasan sederhana. Minyak makan merah kemungkinan dijual Rp 9.000 per liter.
Angka ini bisa dicapai karena proses produksi yang lebih singkat serta biaya produksi yang lebih murah. Kemudian, kapasitas produksi yang bisa dilakukan jauh lebih sedikit daripada minyak goreng pada umumnya.
Tambah Pasokan, 36 Kontainer Minyak Goreng Murah Dikirim ke Indonesia Timur
Pejabat Kemendag Sebut Wilmar Nabati Penuhi Syarat DMO 20 Persen Minyak Goreng
“Pasti di bawah (harga) minyak goreng, di bawah Rp 14.000 per liter, harus di bawah, bisa Rp 9.000 (per liter). Murah lah ini solusi bagi masyarakat, solusi bagi petani, solusi bagi konsumen,” tulis dalam konferensi pers di Kementerian Koperasi dan UKM, Jumat (26/8).
Dia menjabarkan, harga bisa lebih murah karena distribusi yang juga lebih singkat karena pabriknya berada di setiap 1.000 hektar lahan kelapa sawit. Serta kapasitas produksi yang lebih kecil.
Jika minyak goreng biasa, diproduksi di pabrik besar dan pusat di Pulau Jawa. Kemudian, baru matiarkan lagi ke daerah-daerah, langkah ini menjadi salah satu yang menentukan harga jual minyak goreng.
“Ini (minyak makan merah) kan terintegrasi, setiap 1.000 hektare ada 1 pabrik, dan bisa mati di 2 kecamatan (sekitar pabrik). Jadi biaya logistik lebih murah, bisa dioptimalkan lebih murah,” terang dia.
Deputi Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengatakan, rencananya akan menggandeng juru masak atau chef untuk sosialisasi kepada masyarakat. Tujuan memberi pemahaman pada masyarakat bahwa minyak makan merah aman digunakan.
“Ini Arahan juga dari Presiden, karena warna merah, nanti orang takut, kita akan sosialisasi minyak makan ini sehat juga dengan para chef, goreng-goreng lah nanti. Pak presiden juga sudah melihat ini goreng tempe dan tempenya tidak jadi merah, ayam goreng juga tidak jadi merah,” tuturnya.
“Itu memang warna sawit, selama ini kan (minyak goreng), ini betul-betul bisa sehat rakyat kita,” tambah dia. (**)
Komentar