Penulis : Andrian Habibie (Divisi Kajian Komite Independent Pemantau Pemilu (KKIP) Indonesia).
Inhil:Riaunet.com-Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) awalnya akan berlangsung pada tanggal 6-8 Desember 2018 di Aceh. Kabarnya, kongres masih perlu penundaan untuk beberapa hari. Kongres KNPI kali ini, mempertemukan Noer Fajriyansyah yang pernah menjadi calon anggota legislatif dari Partai PDIP di Pemilu 2014 dengan Haris Pratama yang kader Partai Golkar.
Dua kubu dalam satu koalisi, PDIP dan Golkar, akan saling bertarung untuk memperebutkan kursi KNPI-1. Kebetulan, Fajry dan Haris adalah alumni HMI. Keduanya memainkan peran di beberapa Kongres HMI terakhir. Lalu, bagaimana pengalaman di Kongres HMI dalam praktik pemenangan pada Kongres KNPI? Menarik untuk kita simak bersama.
Mengganggu HMI
Tidak bisa kita pungkiri, bahwa perseteruan dua kandidat yang merupakan alumni HMI cukup mengganggu Pengurus Besar HMI. Setidaknya, sudah ada dua pengurus yang beradu komentar di media, yaitu Edy Sofyan dan Heru Slana Muslim. Mereka saling memperlihatkan landasan soal dukungan yang mempengaruhi dualisme kekuatan di PB HMI.
Edy dengan rekan-rekannya terlihat memberi kesempatan untuk mendukung Haris Pratama. Sedangkan Heru, jelas terlihat mengantarkan Noer Fajriyansyah saat mendaftar sebagai calon Ketum KNPI. Sehingga, ada persoalan yang menjadi dilema. Apakah PB HMI akan masuk dalam konflik akibat Kongres KNPI? Pandangan sementara, jelas muncul masalah di internal HMI.
Masalah di tubuh PB HMI bukan persoalan sepele. Tidak juga masalah yang biasa saja. Melainkan masalah serius. Apalagi jika antar ketua bidang di PB HMI saling membentuk poros. Apakah mendukung Haris Pratama, Noer Fajriyansyah atau abstain atau non-block. Pertemuan ngopi-ngopi antar kelompok bisa mempengaruhi stabilitas kepengurusan PB HMI. Kalau tidak cepat melalukan pendinginan suasana. Maka, pengurus lain akan cerewet di media sosial.
Di lain sisi, Pleno I PB HMI yang beberapa waktu lalu telah usai memberikan syarat yang abu-abu. Memang, keputusan Pleno I PB HMI memperioritaskan kader HMI. Masalahnya, Noer dan Haris adalah sama-sama alumni. Bedanya, Noer Fajriyansyah pernah menjabat sebagai Ketua Umum PB HMI. Sedangkan Haris Pratama diketahui belum pernah memimpin PB HMI.
Akan tetapi, PB HMI tidak mungkin menghalangi setiap orang dalam kompetisi politik. Karena itu adalah hak asasi yang masuk dalam Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Terlepas apapun jabatannya. Pembatasan yang mengancam demokrasi internal HMI harus dihindari. Karena, belum tentu Ketum PB HMI bisa menjadi Ketum di organisasi lain.
Sebagai contoh, ada berapa orang mantan Ketum PB HMI yang menjadi ketua partai politik? Sepertinya baru Anas Urbaningrum. Kalau alumni HMI, ada beberapa yang pernah memimpin dan mendirikan parpol. Jika dilihat pada kontek KNPI, memang ada nama-nama alumni HMI yang sempat memimpin organisasi pemuda ini. Tetapi, jika persyaratan hanya pada mantan Ketum PB HMI, sepertinya itu menyulitkan dan membuat masalah.
Apabila PB HMI menginginkan proses yang tersistem dengan baik. Maka, pilihan konvensi adalah salah satu opsi terbaik. PB HMI bisa saja membentuk panitia ad-hoc konvensi calon Ketum KNPI. Lalu, membuat persyaratan. Menyusun kegiatan konvensi. Lalu, menyelenggarakan pemilihan pendahuluan di Internal HMI.
Sehingga, semua calon Ketum HMI yang berasal dari keluarga besar HMI memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan rekomendasi PB HMI. Konvensi dan pemilihan pendahuluan di internal HMI juga memberi gambaran awal sebarapa besar pengaruh calon dan berapa tinggi elektabilitasnya. Kesempatan seperti ini adalah solusi progresif yang mampu menjadi indikator dan percontohan bagi organisasi kepemudaan lainnya.
Selain itu, proses dan hasil pemilihan pendahuluan di internal HMI akan lebih diterima semua pihak. Baik PB HMI, Badko, Cabang, dan KAHMI. Alasan mendukung pun bisa disampaikan dengan data hasil pemilihan. Sehingga, pertanggungjawaban PB HMI kepada seluruh kader dan alumni HMI berbasis proses dan hasil pemilihan pendahuluan untuk mengusung calon Ketum KNPI.
Golkar Versus PDIP
Di lain sisi, mengikutseratakan partai politik dalam Kongres KNPI memang bukan pilihan konten yang tepat. Akan tetapi, subjektifitas penulis membaca warna parpol dalam Kongres KNPI sebagai sesuatu hal yang patut mendapatkan perhatian serius. Bukan berarti PDIP akan turun gunung membela Noer Fajriyansyah. Begitu juga dengan potensi dukungan Golkar kepada Haris Pratama.
Akan tetapi, dari sisi kecenderungan terhadap partai politik. Noer Fajriyansyah dan Haris Pratama bisa kita sebut sebagai pertarungan wakil generasi muda PDIP dan Golkar. Nah, apakah kedua parpol mendiamkan saja perjalanan Kongres KNPI? Atau, adakah pilihan memberi dukungan? Permasalahan inilah yang patut dianalisis.
Kita semua mengetahui, parpol memiliki organisasi sayap kepemudaan. Begitu juga PDIP dan Golkar. Bahkan, Golkar termasuk pemilik organisasi sayap yang cukup banyak. Untuk kompetisi di daerah, suara Golkar berpotensi memenangkan Musyawarah Daerah KNPI. Karena, jumlah organisasi sayap dan dukungan elit politik daerah mampu membujuk organisasi lain untuk mengalah. Agar mendukung calon yang diusung oleh Golkar.
Jika alasan ini menjadi pertimbangan dukungan kepada Haris Pratama. Belum tentu benar. Jangan tergesa-gesa dulu. Ingatlah bahwa istri Noer Fajriyansyah -Mutia Hafid- adalah politisi Golkar dan anggota DPR RI. Sehingga, peran sang istri mampu membelah dukungan ormas sayap Golkar. Jadi, selain mendapat ormas PDIP, Noer Fajriyansyah juga berpotensi mendapatkan sebagian ormas sayap Golkar.
Namun, Haris Pratama bukan pemain tunggal. Bukan tidak mungkin, generasi muda Golkar yang merupakan alumni HMI mendukung sang pemimpin organisasi Kamerad ini. Hanya saja, apakah Haris mampu menghimpun generasi muda Golkar? Jawabannya ada pada saat Kongres KNPI berlangsung. Atau, mungkin perlu dilakukan jejak pendapat, seberapa banyak dukungan anggota DPR kepada Noer atau Haris.
Pendidikan Politik
Bagaimanapun proses Kongres KNPI. Noer Fajriyansyah dan Haris Pratama memiliki beban electoral. Terlebih, bila kita menghubungkan antara KNPI dengan partisipasi politik dalam pemilu. Sehingga akan muncul harapan, apakah kedua calon tersebut memiliki gambaran yang jelas terkait program penguatan demokrasi di Indonesia. Dan, bagaimana Kongres KNPI melahirkan rekomendasi organisasi terkait upaya suksesi pemilu. Juga bagaimana pemuda -secara keseluruhan- berpartisipasi aktif melakukan pemantauan dan pendidikan pemilu.
Sebagaimana Kongres KNPI, pemilu juga merupakan perwujudan teknis demokrasi. Sehingga, baik Kongres KNPI maupun Pemilu memiliki asas yang hampir sama. Seperti harus jujur, adil, profesional, akuntabilitas, transparan, kesetaraan, aksestabilitas dan sebagainya. Proses penyelenggaraan Kongres KNPI yang baik adalah memperlihatkan kepada seluruh dunia bahwa kongres berjalan dengan demokratis.
Selanjutnya, untuk membuktikan bahwa Kongres KNPI sebagai percontohan demokrasi yang berkeadilan. Perlu adanya penegakan aturan dan tersedianya jalur gugatan. Sehingga, setiap masalah memiliki muara perjuangan tersendiri. Jangan sampai, dualisme KNPI bertambah menjadi tiga kepengurusan KNPI paska kongres di Aceh. Butuh penekanan untuk menyelesaikan masalah di Kongres. Agar tidak ada masalah setelah kongres berakhir.
Selama kongres, para kandidat sepatutnya memiliki kreatifitas demokratis. Beberapa kegiatan di luar forum kongres yang membantu penyelenggaraan pemilu. Sebagai contoh: melakukan diskusi dengan pemuda dan mahasiswa di sekitaran lokasi Kongres. Atau, mensosialisasikan UU Pemilu, peserta pemilu, dan bagaimana pemuda berpartisipasi dalam pemilu. Kalau perlu, membentuk pandangan akan pentingnya organisasi pemuda untuk memantau pemilu.
Para kandidat, sebaiknya memikirkan bagaimana mendidik pemuda, baik peserta maupun pengunjung Kongres KNPI. Pendidikan politik yang disampaikan secara baik. Juga dipraktekkan dengan tepat. Misalnya, pendidikan politik menolak politik uang. Maka, percontohannya dengan cara berkompetisi di Kongres tanpa ada bumbu-bumbu uang pemenangan kepada peserta (pemilih) di Kongres KNPI.
Selain dari pada itu, pendukung dan pengusung wajib menghindari politik negatif dan hitam. Akan lebih baik untuk memperlihatkan bahwa pemuda itu berdialektika dengan baik. Tanpa ada hujatan, sindiran, fitnah dan caci maki. Para kandidat harus mengaplikasikan nasehat “agar terang, jangan padamkan cahaya orang lain, cukup tambah pencahayaan sendiri”. Sehingga, pembicaraan dalam upaya meyakinkan pemilih adalah obrolan yang mengarah pada pembangunan diskusi persatuan, bukan perpecahan.
Setelah kongres usai dan terpilihlah nakhoda pemersatu pemuda. Kita berharap DPP KNPI memiliki semangat untuk membantu menyelesaikan setiap masalah pada tahapan pemilu. Seperti arahan agar KNPI di seluruh kabupaten/kota se-Indonesia menyelenggarakan pendidikan politik bagi pemuda dan pemilih pemula. Sehingga, partisipasi keaktifan pemuda, bukan hanya soal jumlah pemilih. Namun, pemuda Indonesia mengawal penegakan keadilan pemilu yang demokratis.[HD].
Komentar