JAKARTA:Riaunet.com – Sebagai salah satu daerah yang memiliki areal tutupan hutan, Pemerintah Aceh serius untuk melindungi areal tersebut. Hal itu diharapkan agar Aceh dapat berperan mengawal perubahan iklim tingkat global.
Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas (Plt), Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT saat memberikan sambutan pada acara Penandatanganan MoU antara Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) dan PT. Aceh Nusa Indrapuri di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 8 Mei 2019.
“Saat ini, keseluruhan luas hutan Aceh berkisar 3,3 juta hektar yang terdiri dari hutan lindung dan 638 ribu hektar hutan produksi. Kita ketahui bahwa Aceh termasuk wilayah yang memiliki areal tutupan hutan cukup luas di Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, komitmen bahwa Indonesia siap berperan mengurangi emisi sebesar 29 persen dari skenario perubahan iklim yang mungkin terjadi hingga 2030 bukan agenda semata. Aceh—dengan program Aceh Green untuk hutan lestari berkelanjutan—siap berkontribusi untuk menjalankan komitmen itu.
“Karena itu, segala usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan hutan di Aceh harus memperhatikan aspek lingkungan dan pelestarian alam, di samping juga secara terus menerus menggali potensi peningkatan ekonomi masyarakat dengan berbagai inovasi,” katanya.
Nova menambahkan, dalam hal ini, pihaknya memberikan apresiasi kepada PT. ANIP, di mana sejalan dengan komitmen mendukung perekonomian masyarakat, perusahaan ini telah banyak memberikan kontribusi.
PT. ANIP, katanya, telah melepaskan sebagian arealnya untuk kawasan investasi dan pembangunan infrastruktur daerah. Yang terbaru, PT. ANIP juga mendukung pengembangan Kampus II Unsyiah Banda Aceh, sehingga areal yang dimiliki perusahaan ini menyusut menjadi ± 97.905 hektar.
“Ini tentu sangat kita hargai sebagai upaya mendukung kebangkitan ekonomi Aceh. Langkah PT. ANIP memberi lahannya untuk pembangunan kampus baru Unsyiah, juga kami apresiasi, mengingat Unsyiah merupakan pilar utama pencetak SDM berpendidikan tinggi di Aceh,” kata dia.
Dalam banyak hal, lanjutnya, Pemerintah Aceh kerap bekerjasama dengan Unsyiah, termasuk dalam penelitian dan pelestarian lingkungan. Pemerintah percaya bahwa Unsyiah memiliki komitmen dalam mengawal pelestarian hutan Aceh.
“Karena itu, lahan baru ini harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin guna pengembangan Unsyiah, sehingga perannya sebagai jantong hatee masyarakat Aceh semakin menguat,” ujarnya.
Sebagaimana yang diagendakan pada hari ini, selain memperkuat komitmennya untuk mendukung pembangunan kampus II Unsyiah, PT. ANIP juga akan menjalin kesepakatan dengan Unsyiah untuk pengembangan hutan produksi dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi berkelanjutan.
Sementara, Prof Dr Ir Samsul Rizal MEng yang mewakili Unsyiah mengatakan, Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) adalah perguruan tinggi negeri tertua di Aceh. Berdiri pada tanggal 2 September 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 11 tahun 1961, tanggal 21 Juli 1961.
“Pendirian Unsyiah dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia, nomor 161 tahun 1962, tanggal 24 April 1962 di Kopelma Darussalam, Banda Aceh,” kata dia.
Saat ini, lanjutnya, Unsyiah memiliki lebih dari 30.000 orang mahasiswa yang menuntut ilmu di 12 Fakultas dan Program Paska Sarjana. Sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi, Unsyiah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik untuk kebutuhan lokal, nasional maupun regional.
“Sebagai universitas Jantung Hati Rakyat Aceh yang mengutamakan mutu, Unsyiah mengintegrasikan nilai-nilai universal, nasional, dan lokal untuk melahirkan sumberdaya manusia yang memiliki keselarasan dalam antara IPTEK dan IMTAQ,” katanya.
Sejalan dengan visi Universitas Syiah Kuala yaitu “menjadi universitas yang inovatif, mandiri, dan terkemuka di Asia Tenggara dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat” tersebut, maka sejalan pula dengan salah satu misi strategisnya adalah menyelenggarakan penelitian berkualitas dan inovatif untuk mendukung pembangunan daerah, nasional, dan internasional;7 dan salah satu tujuan strategisnya yaitu menjadi mitra (partner in progress) bagi pembangunan daerah, nasional dan internasional.
“Maka segala upaya untuk merealisasikan tersebut diatas di seleraskan dengan kebijakan rencana strategis pembangunan Iptek di Kemenristekdikti yang ditujukan untuk mendukung pengembangan dan pemanfaatan Iptek pada bidang energy, pangan, dan teknologi kesehatan dan obat,” ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini PT AcehNusa IndraPuri (PT ANIP) adalah perusahaan pemegang IUPHHK-HT (Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman) berdasarkan Keputusan Mentri Kehutanan No. 95/Kpts-II/1997 tanggal 17 Februari 1997 tentang Pemberian Hak Hutan Tanaman Industri Atas Areal Hutan Seluas ± 111.000 Ha di Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Sejalan dengan komitmen pembangunan ekonomi regional Aceh PT ANIP melepaskan sebagian areal kerjanya untuk industri semen di Aceh sehingga terjadi perubahan luasan areal menjadi ± 106.197 Ha sebagaimana tertuang dalam Keputusan Mentri LHK No. SK.131/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Mentri Kehutanan Nomor: 95/Kpts-II/1997 tentang Pemberian Hak Hutan Tanaman Industri Atas Areal Hutan Seluas ± 111.000 Ha di Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Pada saat ini PT ANIP juga turut mendukung pembangunan infrastruktur baik itu jalan, jalan tol, waduk dan irigasi, transmisi tenaga listrik, dan sebagainya; dan yang paling baru adalah dukungan PT ANIP terhadap rencana pengembangan Kampus II Universitas Syiah Kuala.
Dengan adanya dukungan ini maka PT ANIP melepaskan sebagian arealnya kepada Universitas Syiah Kuala dan luasan areal menjadi ± 97.905 Ha sebagaimana tertuang dalam Keputusan Mentri LHK No.
SK.261/Menlhk/ Setjen/ HPL.0/4/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Kepmenhut Nomor: 95/Kpts-II/1997 tentang Pemberian Hak Hutan Tanaman Industri Atas Areal Hutan Seluas ± 111.000 Ha di Provinsi Daerah Istimewa Aceh kepada PT Acehnusa Indrapuri.
“Kontribusi dan dukungan PT ANIP kepada pembangunan ekonomi regional Aceh ini lebih daripada itu sejatinya merupakan dukungan penuh dari pemerintah pusat cq Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap pembangunan sektoral kehutanan dan regional di Aceh. Oleh sebab itu hal ini harus dilihat sebagai sebuah modal strategis dalam koridor pembangunan ekonomi regional Aceh yang berkelanjutan,” ujarnya. (Mahdi/rls)
Komentar