ROHIL:Riaunet.com~Tukiman, selaku mantan General Maneger (GM) PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) meminta untuk dikalrifikasi bahwa isu surat LKMD sebagai mana yang berkembang itu tidak benar. Pasalnya, lokasi areal itu beda tempat.
Saya menghubungi Penghulu Pedamaran dan ada negoisasi harga soal SKT untuk 625 surat dasar sertifikat plasma dan penghulu minta Rp1juta atas biaya ini dan saya tidak terima, toh ini kan untuk kepentingam warganya. Karena aturan perusahaan hanya Rp150 ribu /surat dan saya merasa keberatan.
“Karena merasa alot, saya sampaikan kepenghulu kalau nanti saya lapor ke pak bupati karena penghulu mintak 1juta satu surat. saya diperintahkan pak bupati untuk menyelesaikan sertifikat plasma yang selama ini arealnya belum cukup.” kata Tukiman.
Datuk Penghulu Pedamaran, Syahrizal membenarkan hal tersebut. Kata dia, dalam hal ini dipanggil keperusahaan dan membicarakan soal surat tanah.
“Saya bertemu satu kali diperusahaan, pulang dari perusahaan saya nelpon,”kata Syahrizal
Batalnya proses penandatanganan surat tersebut karena tidak ada kecocokan harga Rp1juta yang diminta datuk pengulu kepada pihak perusahaan tidak terpenuhi.
Meski demikian, Tukiman masih berupaya dan menawarkan dengan harga Rp300 ribu/surat kepada datuk penghulu pedamaran agar mau menandatangin SKT. Disinilah kealotan rundingan negoisasi yang dimaksud.
“Ya gak kena dihatiku, ya udah,”ujar Syahrizal saat ditemui dikediamannya kepada awak media.
Dalam hal ini, masyarakat menganalisa hingga timbul dugaan adanya makelar lahan yang memanfaatkan isu diatas tersebut. Antara areal LKMD dan arela Plasma sehingga menimbulkan aksi spontan masyarakat beramai-ramai meninjau lokasi lahan LKMD pada hari Sabtu tanggal 5 April 2020 lalu. Tampaklah kondisinya saat ini sudah ditanami pihak PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) dengan tanaman pohon kelapa sawit.
Menuntut PT JJP atas areal LKMD
Masyarakat Desa Pedamaran Kecamatan Pekaitan Kabupaten Rokan Hilir, dan menolak PT. Jatim Jaya Perkasa (JJP) menduduki lahan LKMD yang saat ini sudah ditanaminya dengan tanaman kelapa sawit tanpa adanya kesepakatan dari masyarakat selaku pemilik.
“Sebelumnya tidak pernah ada kesepakatan kami menyerahkan kepada Perusahaan untuk ditanami dan menguasai lahan LKMD itu,” kata Ali Marwin kepada awak media saat diminta keterangan, Minggu (12/4/2020).
Diketahui bahwa berdasarkan keterangan, sejak tahun 2003 masyarakat sudah menggarap lahan tersebut dan memiliki surat keterangan garap hingga membayar sejumlah pajak hingga saat ini.
“Ini kita merasa bahwa pihak PT Jatim telah merampas hak kami. Dan kami akan tuntut itu,” kata Ali Marwin yang sebelumnya pernah menjabat sebagai datuk pengulu Desa Pedamaran.
Memang pada tahun 2008 lalu dilakukan mediasi antara masyarakat dengan pihak PT JJP untuk membuat kesepakatan, yang berbunyi areal lahan LKMD dikelola dengan sistim bagi hasil. Tetapi wacana itu gagal.
Namun gagalnya kesepakatan tersebut tidak menghentikan pihak perusahaan untuk mengelola dan menanam tanaman kepala sawit secara sepihak diareal tersebut.
“Tentu kami tidak terima, wajar kalau kami menuntut. Dikatakan juga bahwa ada isu akan diterbitkannya sejumlah 500 surat yang sudah disiapkan pihak PT Jatim,” kata Ali. (tim)
Komentar