Sidang lanjutan Praperadilan antara Bonar Sitinjak melawan Kapolres Inhu

Inhu385 views

INHU:Riaunet.com – Sidang lanjutan Praperadilan nomor : 1/PID/PRA, 2019/PN RGT tanggal 4 Maret 2019, antara Bonar Sitinjak melawan Kapolres Inhu cq Kasat Reskrim Inhu dengan agenda penyerahan kesimpulan akhir sidang Prapid dari pemohon dan termohon, kembali digelar Pengadilan Negeri (PN) Rengat, Senin (18/3) siang di ruang sidang Cakra PN Rengat.

Dodi Fernando, SH.MH, Han Aulia Nasution, SH.MHdan Ariyon, SH sebagai Penasehat Hukum (PH) dari Bonar Sitinjak selaku pemohon.

Pada kesimpulan akhir Praperadilan yang ditujukan kepada Majelis Hakim perkara no : 1/Pid. Pra/2019/PN.Rgt tanggal 18/3/2019, mengatakan bahwa penghentian penyidikan dilakukan harus berdasarkan Pasal 109 ayat 2 KUHAP.

Dan dalam Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SPPP) nomor : SPPP/28/IX/2018/Reskrim, tanggal 10 September 2018 yang dikeluarkan oleh termohon, termohon menganggap peristiwa itu bukan merupakan tindak pidana, ” ucapnya.

Sementara, “ucapnya lagi, berdasarkan fakta persidangan bahwa peristiwa yang dilaporkan Bonar Sitinjak kepada termohon adalah merupakan tindak pidana. Hal itu diperkuat secara terang benderang terlihat dari keterangan saksi yang dihadirkan termohon, yakni saksi Pensil alias Penser dan saksi Mustar yang juga sudah di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh termohon.

Pada bukti T 13 dan bukti T 14, menerangkan bahwa benar surat pernyataan sebidang tanah atas nama Lambau dan surat pernyataan jual beli tanah dari Lambau kepada Elice Simangunsong tertanggal 14 Maret 2005 itu dibuat dan ditandatangani oleh saksi tersebut pada tahun 2012.

Yang mana, pada masa itu (2005-red) saksi Pensil alias Penser, saksi Mustar dan Alis tidak menjabat lagi. Baik sebagai Kepala Dusun (Kadus), Ketua RT dan Kepala Batin di Desa Talang Jerinjing. Akan tetapi para saksi termohon dibuat seolah olah surat tersebut ditandatangani tanggal 14 Maret 2005, menimbulkan hak atas tanah kepada Elice Simangunsong. Akibatnya membuat pemohon mengalami kerugian, “sebut warga Peranap itu.

Baca Juga:  124 Ton Rastra, Bulog Inhu Segera Bagikan, Sekda Hendrizal: Dana Operasional Secara Swadaya

Sebutnya lagi, berdasarkan keterangan saksi Sudarson, Usman, Kaidar dan Asmar menjelaskan bahwa nama Dusun Lingkungan atau Dusun KM 13 itu tidak pernah ada di Desa Talang Jerinjing. Tahun 2005 bahwa Dusun KM 13 itu terletak di Dusun II.

Dalam persidangan pun dijelaskan bahwa seorang batin tidak berwenang dalam mengeluarkan surat tanah. Sebagaimana keterangan ahli Administrasi Negara, Zulwisman, SH.MHmenjelaskan bahwa batin tidak berwenang mengeluarkan surat pernyataan sebidang tanah, “kata Dodi dkk dalam kesimpulan akhir Prapidnya.

Dodi Fernando dkk mengatakan, Surat Edaran (SE) Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia pada angka 1 bagian umum huruf d menyebutkan, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 76 ayat 3 huruf a dan b, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN nomor 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksana Peraturan Pemerintah (PP) nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

Dalam hal bukti-bukti mengenai pemilikan tanah sebagaimana dimaksud ayat 1 dan 2 tidak ada, maka permohonan tersebut harus disertai dengan surat pernyataan dari pemohon dan keterangan Kepala Desa/Lurah. Bahwa Kades mendapatkan kewenangan itu dapat dikatakan diperoleh secara Atribusi, “jelasnya.

Tata cara, “jelasnya lagi, memperoleh kewenangan itu ada 3 yaitu, Atribusi, Delegasi dan Mandat. Ketika aturan tersebut memberikan kewenangan kepada Kades, maka Kadeslah yang berwenang mengeluarkan surat pernyataan. Sementara Batin sebagai Ketua Adat pada suatu wilayah tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan surat pernyataan tanah.

Dikatakan Dodi Fernando dkk, bahwa berdasarkan keterangan ahli DR. Erdianto, SH.MH dan Erdiansyah, SH.MHmenyatakan tindak pidana pemalsuan itu terbagi dua yaitu, pemalsuan secara materil dan pemalsuan secara intelektual.

Melihat fakta persidangan, dugaan pemalsuan atas surat pernyataan sebidang tanah atas nama Lambau dan surat pernyataan jual beli tanah dari Lambau kepada Elice Simangunsong tertanggal 14 Maret 2005 itu masuk dalam pemalsuan intelektual.

Baca Juga:  Butuh Lahan Siswa Membludak Rehab Lokal SDN 006 Buluh Rampai

Jika dihubungkan dengan bukti T 18 dan T 19, kedua ahli itu menyebutkan, meski sudah ada putusan pengadilan yang sudah inkrah, akan tetapi bila ditemukan bukti adanya surat yang digunakan dalam persidangan dibuat dengan rangkaian kebohongan dan rangkaian kepalsuan, maka dapat dilaporkan kepada Kepolisian, “ungkapnya.

Masih kata Dodi Fernando dkk, melihat fakta persidangan, sebenarnya sudah ditemukan 2 alat bukti sesuai pasal 184 ayat 1 huruf (a) dan huruf (c) yaitu, berupa keterangan pemohon sebagai pelapor, keterangan saksi Pensil alias Penser, Mustar dan Sudarson saling berkaitan.

Dan, jika termohon mengatakan tidak menemukan 2 alat bukti, sementara bukti surat berupa surat pernyataan sebidang tanah atas nama Lambau serta surat pernyataan jual beli tanah dari Lambau kepada Elice Simangunsong tertanggal 14 Maret 2005 itu sudah sebagai alat bukti. Maka, alasan tersebut merupakan alasan yang mengada ngada.

Pada uraian sebelumnya dapat terlihat bahwa penghentian penyidikan yang dilakukan oleh termohon dengan menerbitkan SPPP dengan alasan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, maka tindakan termohon tersebut adalah kesalahan fatal dan tidak profesional. Serta terlapor sudah berpihak kepada terlapor dan merampas keadilan dari pemohon.

Dirinya meminta yang Mulia Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk mengabulkan permohonan Praperadilan ini secara keseluruhan, “pinta Dodi Fernando dkk dalam kesimpulan akhir Prapidnya.

Sidang Praperadilan itu dipimpin oleh Hakim Ketua, Omori. R. Sitorus, SH.MHdibantu oleh Panitera, Senin (18/3) di ruang sidang Cakra PN Rengat.(rom/tim)

Komentar