SIAK:Riaunet.com~Sambil berwisata arsitektural landmark khas kota pusaka yang instagramable, tentunya memberikan kesenangan tersendiri bagi para pemburu suasana senja. Menikmati hamburan sinar mentari yang mulai tenggelam dari lansekap bersejarah, seakan membawa kita mundur kebelakang beberapa abad, dan kembali masa lampau.
Datanglah sore hari ke areal Tangsi Belanda yang berada di kawasan Kota Pusaka Siak Sri Indrapura. Situs Cagar Budaya ini yang baru selesai direvitalisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ini menawarkan dua hal tak terlupakan kepada pengunjungnya, pertama indahnya pemandangan sunset di langit Negeri Istana, dan nuansa eksotis dari kompleks bangunan situs cagar budaya bergaya kolonial Belanda yang didirikan pada abad ke 18.
Dari lokasi Ikon baru wisata Negeri Istana yang berada di tikungan Sungai Siak ini, kita dimanjakan dengan pemandangan khas matahari terbenam di Sungai Siak, yang jatuh persis disebelah waterfront city Tepian Bandar Sungai Jantan dan Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah. Pemandangan indah ini, akan turut disajikan bagi para peserta Rakernas JKPI Tahun 2020 mendatang di kabupaten Siak Sri Indrapura, yang berdatangan dari berbagai Kota Pusaka di Indonesia.
Dsaat senja berangsur menjemput malam, dari seberang sungai kita dapat menikmati hamburan cahaya keemasan dilangit dan pendar kemilaunya yang jatuh di riak aliran sungai, yang dahulu bernama Sungai Jantan. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata. Lokasi kita berdiri, areal bangunan cagar budaya Tangsi Belanda, merupakan saksi bisu penjajahan kolonial Belanda tertua yang berada disepanjang bantaran Sungai Siak.
Keindahan sunset dari Tangsi Belanda, membuat siapapun yang sedang berada disana berat hati untuk bergegas beranjak pulang. Seperti halnya yang dirasakan Bupati Siak Alfedri, saat meninjau situs cagar budaya itu bersama Kadis PU Tarukim Irving Kahar, Jumat petang (20/12/2019). Pemimpin Siak itu berkeliling kompleks tangsi, sembari mendengarkan penjelasan seputar kemajuan revitalisasi yang dilaksanakan pada areal situs.
“Kita merasa sangat surprise dengan wajah baru tangsi belanda saat ini setelah direvitalisasi oleh Kementerian PUPR. Semakin indah karena lansekapnya sudah selesai dikerjakan Dinas PU Tarukim, semakin melengkapi suasana indahnya sunset dari pinggiran sungai pada areal situs cagar budaya ini. Sudah sangat layak untuk kita jadikan destinasi objek wisata baru di Negeri Istana,” kata Bupati Siak Alfedri.
Lanjut dia, suasana tepian sungai di Tangsi Belanda itu, tidak kalah dengan keindahan objek wisata luar negeri, seperti Kota Malaka di Negeri Jiran. Dengan penataan dan arsitekturnya situs cagar budaya yang masih mempertahankan keaslian, serta penambahan nuansa baru lansekap yang menambah indah kawasan situs tersebut, ia optimis bangunan cagar budaya ini akan menjadi magnet baru kunjungan wisata di Kabupaten Siak
“InsyaAllah Bulan Januari nanti akan diresmikan. Kita upayakan agar prosesinya bertepatan saat kunjungan rombongan Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah (BPIW) tahun depan, yang akan meninjau progres revitalisasi situs tangsi belanda ini, mudah-mudahan bisa sekalian meresmikan,” Ucap Alfedri.
Ditempat yang sama, Kadis PU Tarukim kabupaten Siak, Irving Kahar menyebutkan, sebelum dilakukan revitalisasi, Bangunan Tangsi Belanda telah dikaji terlebih dahulu oleh Kementerian PUPR dengan melibatkan Tim Arkeolog dan Tim Ahli Cagar Budaya, dengan menggunakan metode teknologi mutakhir untuk mengetahui struktur asli bangunan.
Sejarahnya, Kompleks Tangsi Belanda berfungsi sebagai zona perlindungan dan pertahanan bagi tentara belanda dimasa lalu. Dalam kompleks terdapat berbagai enam unit bangunan yang membentuk formasi melingkar sehingga terdapat halaman didalam dengan beragam fungsi seperti sebagai penjara, asrama, kantor, gudang senjata, dan logistik. Pembangunannya diperkirakan pada abad ke 18, dan sezaman dengan masa berlangsungnya Kesultanan Siak, terutama setelah ditandatanginya Traktat Siak pada masa Sultan Siak ke-9. Sultan Asy-Syaidis Syarif Ismail Abdul Jalil Jalaluddin yang memerintah tahun 1827-1864.
Bangunan I yang berada di sebelah timur merupakan bangunan 2 lantai, berukuran panjang 18 meter dan lebar 9,6 meter. Lantai bawah terdiri dari bangunan sayap utara yang berfungsi sebagai ruang jaga, kantor dan ruang tahanan. Pada bangunan sayap selatan terdapat empat ruangan yang dahulu pernah dipergunakan sebagai kamar mayat dan rumah sakit. Sementara dua unit bangunan yang berada dibelakang (bangunan II dan III), merupakan bangunan dua lantai yang sama bentuknya dan berukuran 155 x 11meter. Lantai bawah dahulu pernah difungsikan sebagai kantor, dan lantai atas diperuntukkan sebagai asrama dan tempat tinggal tentara Belanda.
Disebelah ujung selatan halaman dalam terdapat sisa-sisa bangunan (bangunan IV). Disebelah utara bangunan utama terdapat bangunan bekas gudang senjata (bangunan V) berukuran 6.7 x 6 meter. Pada ujung barat halaman, juga terdapat sisa bangunan WC dan kamar mandi berukuran 6 meter persegi yang terdiri dari 3 ruangan.
Hal yang sangat unik dan khas dari Tangsi Belanda kata dia adalah ketika melihat struktur pondasi bangunan tangsi, yang berbentuk setengah lingkaran dengan peletakan tiga sendi. Teknologi arsitektural pada pondasi tangsi ternyata sangat mendekati bangunan kolonial dinegara asalnya di Eropa.
“Asumsi kita struktur pondasi seperti ini diaplikasikan pada kondisi air tanah yang tinggi dan pada struktur tanah gambut. Bentuk pondasi yang sempat diasumsukan masyarakat sebagai terowongan rahasia ini menjadi salah satu keistimewaan situs cagar budaya Tangsi Belanda, disamping bentuknya yang fungsional dan sangat identik dengan bangunan kolonial yang ada di Eropa,” Ujar Irving.
Masih kata Irving, keunikan lain ada pada tata letak bangunan menghadap sungai dan menerapkan konsep waterfront city, yang memungkinkan Belanda pada waktu itu mengintai kapal yang masuk dari muara Sungai Siak. Beruntungnya pada Tahun 2018 lalu Kementerian PUPR melaksanakan proyek revitalisasi senilai 5,2 Milyar Rupiah pada Gedung A dan Gedung F, yang berada paling depan dan belakang kompleks tangsi.
“Gedung F yang paling belakang itu dahulu dijadikan tempat makan para tentara. Sebenarnya bangunan itu ada dua, namun yang sudah dibangun Kementerian PUPR satu unit Gedung yang berada paling belakang, karena berdasarkan hasil identifikasi tim ahli, strukturnya dinyatakan lebih lengkap, sementara bangunan kedua hanya tersisa tapak pondasinya saja. Akhirnya kita kemas dan bangunkan sebagai objek tapak situs untuk menceritakan bahwa dahulu pernah ada bangunan yang identik dengan bangunan disebelahnya, dengan modifikasi pencahayaan untuk menambah nilai estetika,” katanya.
Dijelaskan Irving bahwa kedepan rencananya lokasi ini akan dimanfaatkan menjadi salah satu lokasi kegiatan Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia yang melibatkan 70 kabupaten dan kota pusaka sebagai peserta. Rombongan direncanakan akan dijamu makan malam di areal ini sembari menikmati keindahan suasana kota Pusaka Siak Sri Indrapura dari lansekap bergaya kolonial di Mempura.
“Kompleks Tangsi Belanda ini juga sangat cocok dijadikan lokasi studi seni arsitektur bangunan kolonial abad 19, khususnya bagi mahasiswa Teknik sipil. Kedepan saya berharap asset kompleks tangsi bisa tetap lestari melalui peran suatu badan pengelola situs cagar budaya yang ada dikota pusaka. Supaya kita tak hanya mendapatkan nilai tambah magnet pariwisata, namun situsnya tetap terjada dan bisa diwariskan untuk generasi masa depan,” jelasnya. (rdk)
Komentar