Penulis : Saddam Orbusti Ritonga
Pekanbaru:Riaunet.com~Kemerdekaan, satu kata yang sangat positif dalam psikologis setiap manusia. Hal ini disebabkan oleh makna kemerdekaan yang populer yaitu sebagai suatu bentuk kebebasan dari segala bentuk yang membelenggunya.
Namun demikan, tidak sedikit manusia yang menafsirkan kemerdekaan itu hanya sebatas pada bentuk fisik saja. Mereka menafsirkan bahwa kemerdekaan adalah keterbebasan dari penjajahan yang membelenggu kita. Karenaya jangan salah kita suatu bangsa juga selalu merayakan kemerdekaan bangsa kita ini hanya pada setiap hari ini saja (17 Agustus), sebab memang negeri kita diproklamirkan pada hari ini oleh the founding father’s (Sukarno-Hatta dkk).
Merdeka. Satu kata dasar dari kata kemerdekaan yang mengartikan kebebasan. Bukan hanya sisi fisik, namun tentunya juga dari sisi lainnya.
Kalau kita melihat arti seperti diatas, bolehlah kita menafsirkan bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang kebebasan bangsa, namun indivual setiap penghuni bangsa lah yang menjadi pokoknya.
Kalau kita berbicara tentang hari ini (kemerdekaan Republik Indonesia), yang terpikir dalam kepala kita, yang terbersit dalam benak kita mesti tidak akan jauh dari arti kita terbebas dari penjajahan bangsa asing. Ya, saya tidak bisa mengalahkan itu salah. Sebab memang pada hari ini, 73 tahun yang lalu secara resmi kita terbebas dari jajahan bangsa asing (walau dihari-hari berikutnya masih ada upaya penjajahan itu).
Tahun 1945 sampai hari ini tahun 2018 kita sudah merdeka. Artinya secara hitungan tahun, sudah 73 tahun kita mandiri dalam mengurusi bangsa kita sendiri. Namun ada pertanyaan selanjutnya, apakah kita hanya akan memaknai kemerdekaan ini sebatas pada terbebasnya kita dari jajahan bangsa asing?
Tidak! Kita harus move on dari makna itu. Pada Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 di kota Bandung, bung Karno (sang proklamator) menyampaikan arti kemerdekaan yang hakiki dihadapan seluruh bangsa-bangsa Asia Afrika. Ia mengatakan “Kemerdekaan bukan hanya isi dan arti materiil, melainkan juga etis dan moril. Sebab, Kemerdekaan tanpa etika dan moral adalah semata-mata imitasi, tiruan yang hampa daripada apa yang kita cita-citakan”.
Nah, kalau kita menilik kalimat tersebut, dapatlah kita mengambil makna bahwa kemerdekaan adalah wujud daripada proses pencapaian cita-cita.
Cita-cita sebagai sebuah harapan, tentu harus diperjuangkan. Seperti halnya bangsa ini yang bercita-cita untuk empat hal, maka kita sebagai putera-puteri bangsa mestinya bisa memaknai kemerdekaan ini sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita itu. Sebab memang, tidak bisa kita pungkiri bahwa apapun cerita yang kita lalui tentulah tujuannya untuk mendapatkan, meraih dan untuk menggapai impian kita.
Pertama, untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah tanah air Indonesia.
Kedua, untuk memajukan kesejahteraan umum.
Ketiga, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Terakhir, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. [rls].
Komentar