Banda Aceh:Riaunet.com- Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh, Helvizar Ibrahim, meminta kepada seluruh pemangku kepentingan yang terhimpun dalam Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di seluruh kabupaten/kota untuk tetap siaga terhadap potensi gangguan inflasi.
Menurut dia, inflasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti cuaca buruk yang menghambat distribusi pasokan makanan ataupun tingginya curah hujan yang berpotensi mengusik sejumlah komoditi pertanian.
Peran dan tanggung jawab TPID dalam mengendalikan inflasi, tutur Helvizar, memerlukan koordinasi yang baik dari berbagai pihak, baik itu dari Pemda, Pemerintah Pusat, BI, Bulog, Pertamina, Kepolisian dan pihak terkait lainnya. Itu sebabnya, lanjut dia, keanggotaan TPID di isi oleh perwakilan lembaga Pemerintah, penegak hukum, Perbankan dan organisasi masyarakat.
“Dengan demikian upaya pemantauan lapangan lebih mudah dilakukan, sehingga inflasi dapat terkontrol secara seimbang,” ujar Helvizar saat membuka pertemuan TPID seluruh Aceh triwulan I tahun 2019.
Pertemuan yang mengusung tema “Pengendalian Inflasi Aceh Melalui Penguatan Peran dan Fungsi TPID” itu, berlangsung di Gedung Serba Guna Sekretariat Daerah Aceh, Banda Aceh, Rabu, (13/2).
Menurut Helvizar, inflasi Aceh sepanjang tahun 2018 cukup stabil, yakni pada kisaran 1,84%. Angka itu lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional yang mencapai 3,13%. Kemudian, kata dia, kondisi relatif sama juga terjadi pada awal 2019 ini, di mana inflasi Aceh pada Januari tercatat 2,37% , lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang berkisar 2,82% .
Dalam kesempatan itu, ia mengapresiasi atas kinerja seluruh TPID Aceh atas keberhasilannya menjadikan inflasi dalam kondisi yang stabil. Ia berharap kinerja itu dapat terus ditingkatkan, sehingga mampu menciptakan kondisi inflasi Aceh yang stabil. Setidaknya Aceh dapat menjaga tingkat inflasinya agar senantiasa berada di bawah level inflasi nasional.
Sementara Ketua Perwakilan Bank Indonesia Aceh, Zainal Arifin Lubis, mengatakan inflasi Aceh selama tahun 2018 tercatat 1,84 persen lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, 4,25 persen. Kendati demikian, lanjut dia, secara historis inflasi Aceh masih flukuatif dan sering kali berada di atas inflasi nasional. Ada beberapa komoditas yang kerap menyumbang inflasi selama 3 tahun terakhir di Aceh. Di antaranya inflasi pada ikan tongkol, beras, daging ayam ras, udang basah, cumi-cumi dan cabai rawit. Inflasi pada Komoditas yang disebutkan itu, sering terjadi pada saat momen perayaan hari besar keagamaan dan tradisi (Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, Hari Meugang, Maulid Nabi).
“Januari 2019, Aceh mengalami inflasi 2,37 persen lebih rendah dibanding inflasi nasional, 2,82 persen. Tingkat inflasi tahun 2019 diperkirakan akan berada pada kisaran angka yang relatif stabil,” tutur Zainal.
Berdasarkan beberapa risiko inflasi Aceh tahun 2019, pihaknya merekomendasikan beberapa upaya dalam pengendalian inflasi. Di antaranya, memperkuat koordiansi antar instansi terkait di TPID provinsi maupun Kabupaten/kota dalam menjalankan seluruh program kerja tahun 2019.
Kemudian, memantau ketersediaan pasokan barang dan menjaga kelancaran distribusi, pasokan serta pencegahan penimbunan. Selanjutnya, mendorong peningkatan stok untuk menjaga ekspektasi pasar dengan optimalisasi program Sistem Resi Gudang (RSG).
Pertemuan triwulan I itu menghadirkan dua pemateri dari TPID Pusat. Di antaranya, Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Sirthowati Sandrarini dan Direktur Keuangan PT Food Station Tjipinang Jaya, Thomas Hadinata. Turut hadir dalam pertemuan itu, unsur Forkopimda Aceh, pimpinan SKPA provinsi dan kabupaten/kota seluruh Aceh, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Lhokseumawe serta pimpinan lembaga vertikal, asosiasi dan pelaku usaha. (MI)
Komentar