Bireuen:Riaunet.com-Sekitar ratusan petani (pengrajin) garam dapur secara tradisional di gampong(desa) Tanoh Anoe,Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen, sudah puluhan tahun melakukan kegiatan dengan cara turun temurun, sebagai mata pencaharian, untuk menyambung hidup dan sekolah anaknya sampai jadi sarjana.
Hal ini sebagaimana hasil opservasi media ini langsung turun ke Gampong Tanoh Anoe, dan penjelasan dari sejumlah petani di sana diwakili ibu Jamilah, 55,warga setempat Selasa pagi (05/02),menyebutkan warga masyarakat di daerah itu umumnya petani garam dapur, sudah sejak puluhan tahun secara turun temurun.
Kegiatan pengrajin garam ini, sejak turun temurun dari warisan orang tua sampai kini, masih dipertahankan sebagai mata pencaharian mareka, dari membangun gubuk ukuran 5 x 7 meter dengan atap rumbia, lalu dibuat dapur untuk memasak air asin dalam tunggu ukuran 1,2 x 1,2 meter ada pula 1,5 x 1,5 meter, yang dibuat dari plat mobil.
Masa terus berlalu, petani garam tradisional kini, mulai tahun ke tahun, menurut Jamilah didampingi Zamri,warga tersebut, gubuk mareka sudah rusak dimakan usia, setelah terjadi musibah gempa tsunami, sekitar tahun 2005,Pemerintah Provinsi Aceh Melalui Dinas Dinas Perindustrian setempat, membangun gubuk secara permanen ukuran 4 x 7 meter.
Para pengrajin merasa lega, usaha mandiri, terus berjalan untuk memproduksi garam dapur ini,memasak air asin, yang ditarik pakai pipa dan sanyo, dari sumur sedalam dua batang pipa.Sangku(kuali)telah diisi air asin dan bibit garam dibeli Rp 150,000/zak(isi 50 kg) , yang didatangkan dari Medan Sumatera Utara.
Lalu tambah Jamilah, bersama Zamri, dimasak selama empat jam pakai kayu bakar diri satu truk besar (damtruk) mulai Rp 400, 000 sampai Rp 600, 000.Setelah itu, hasil yang didapat dari panen, jadi garam dapur sekitar 60 kg/kuali(ukuran 1,5×1,5 meter). Setiap hari tiga kali (sesi masak) berarti 120 kg sampai 160/kg,sedangkan tenaga kerja dari kalangan keluarga sendiri, tak ada bayar pekerja, setelah dihitung modal dikeluarkan, setiap hari, mendapat keuntungan, sebesar lebih kurang, Rp 75 000 sampai Rp 125, 000,ujar Jamilah.
Semua hasil panen garam dapur ini, dijual sekitar Rp 4500/kg,yang diambil langsung oleh pedagang, untuk dipasarkan ke sejumlah ibu kota kecamatan dalam Kabupaten Bireuen, termasuk dipasarkan ke
Medan Sumatera Utara dan seluruh Provinsi Aceh.
Hasil pengrajin/petani garam dapur secara tradisional, merupakan kualitas terbaik, sebab begitu selesai masak (sudah jadi garam /panen) pedagang besar, mengambilnya untuk dipasarkan,ke seluruh Aceh, sebagai mata pencaharian sudah ditekuni puluhan tahun lalu sejak kecil secara turun temurun,untuk biaya anak sekolah.
Keberhasilan masyarakat petani garam, ada juga biaya sekolah anak mareka jadi sarjana dari hasil kerja keras, pengrajin garam ini
, dan ada jadi pengusaha juga Aparatur Sipil Negara (guru dan lainnya).oleh sebab itu pihaknya sangat mengharapkan kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah Aceh dan Bireuen, dapat membantu mareka berupa peralatan kuali besar dibuat dari plat mobil, dan Sanyo sudah rusak (sering berkarat) termasuk silang pipa air, untuk menarik air asin dari sumur, sebagai bahan baku garam, tutur Jamilah bersama Zamri, menutup kisah pengrajin garam tradisional di Gampong Tanoh Anoe Jangka Bireuen.
Camat Kecamatan Jangka, Alfian, S,Sos, yang dihubungi secara terpisah, menyebutkan bahwa diharapkan ratusan pengrajin garam ini, merupakan salah satu andalan Kabupaten Bireuen,untuk dapat meningkatkan ekonomi mareka, sebab sudah puluhan tahun produksi garam dapur ini secara turun temurun.
Oleh sebab itu, pihaknya berbagai upaya dilakukan agar petani dapat meningkatkan produksi garam, karena permintaan cukup banyak dari kalangan masyarakat dan industri makanan baik dari Aceh maupun luar lainnya, menjawab, media ini, apakah selama ini,ada bantuan dari pihaknya, belum ada, sebab baru bertugas selama tiga bulan di Jangka, mungkin dari Pemerintah Provinsi Aceh maupun Pemerintah Kabupaten Bireuen, ada,nanti semua kita tata kembali para pengrajin garam dapur secara tradisional ini
, diwilayahnya, ujar Alfian, singkat [Rizal].
Komentar