Singkawang~Masyarakat Indonesia banyak yang kawin kontrak di Negara Tiongkok. Diangara mereka pun berbeda-beda, ada yang bernasib baik ada pula yang bernasib tidak baik.
IN warga Singkawang, sudah tujuh bulan tinggal bersama sang suami dan mertua di Tiongkok selalu mengalami kekerasan dari pihak keluarga.
“Di sana (Tiongkok) tidak sesuai dengan harapan,” kata IN menceritakan, Rabu (26/6/2019) seperti dikutip Antara.
Di Tiongkok selalu dipaksa untuk bekerja, dan parahnya ada perlakuan kasar dari pihak keluarga suami.
“Kekerasannya seperti ditendang, dicekik dan dipukul,” kata IN.
Berkat bantuan pihak kepolisian Polres Singkawang dan Silvia dia akhirnya bisa pulang ke Singkawang untuk berkumpul kembali bersama keluarga. Kata dia, jika tidak ada mereka mungkin tidak bisa pulang dan disiksa terus.
Dikatakan IN babwa keinginannya untuk kawin kontrak dengan orang Tiongkok hanya semata-mata untuk mengubah hidup agar lebih baik. Semua itu berawal dari iming-iming seseorang agen.
Setelah nikah, iming-imingnya dirinya diperbolehkan pulang ke Singkawang setelah berada di Tiongkok selama dua bulan, namun kenyataannya dirinya tidak diperbolehkan pulang. Namun, dirinya justru dipaksa bekerja.
Sebelum ke Tiongkok dirinya sempat menerima uang Rp 20 juta dari agen. Uang sebanyak itu adalah sebagai mahar pernikahan. Sementara untuk proses pernikahan di Singkawang, prosesnya biasa-biasa saja.
Setibanya di Tiongkok, IN langsung disuruh kerja jahit baju dan sarung tangan. Dia sempat menolak karena sesuai perjanjian sebelum menikah dirinya tidak diperbolehkan kerja.
Tidak sesuai perjanjian, begitu sampai di sana, dia justru dipaksa untuk bekerja. Karena tidak tahan diperlakukan semena-mena oleh keluarga suami, muncul niat IN untuk melarikan diri dari rumah suaminya.
Pikiran itu bahkan sudah sering dipikirkannya, namun sulit dilakukan karena terus diancam oleh pihak keluarga suami.
Beliah beruntung dibantu Ivan (Humas Polres Singkawang) dan salah satu warga Singkawang, Silvia. Berkat bantuan kedua orang ini, dirinya bisa kabur dari rumah suaminya dan tiba di Singkawang pada Senin (24/6) kemarin.
Dia berpesan agar tidak mudah percaya dengan bujuk rayuan atau iming-iming untuk bisa mengubah hidup apabila mau di bawa ke Tiongkok.
Kalau pun ada masyarakat yang ingin bekerja di sana, dirinya berharap tidak mendapat nasib serupa seperti yang dialaminya.
AM, ibu kandung IN mengatakan, keluarganya sangat menyesali telah memberikan izin kepada IN untuk nikah kontrak dengan warga Tiongkok.
Sebelum mengambil keputusan dirinya sudah memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berpikir panjang. Tapi karena anaknya yang masih ngotot, AM juga tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga sebagai orang tua hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anaknya.
Sesampainya di Tiongkok keadaan yang dialami IN tidak sesuai yang ia harapkan. Meski demikian, komunikasi lewat via ponsel masih terbilang lancar.
“Hanya bisa mendengar lewat telpon kalau dia sedang menangis dan lainnya,” kata AM.
Selaku orang tua dirinya hanya bisa menenangkan IN untuk bersabar menghadapi kehidupan yang dialami. Kejadian ini akan menjadi pelajaran bagi dirinya untuk lebih berhati-hati dalam memutuskan suatu masalah.
AM mengimbau kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Lebih baik cari jodoh di Indonesia saja, meski hidup sederhana.
“Yang penting kita bisa kumpul dan berkomunikasi,” ujarnya. (**)
Komentar