The New Normal Dan Akselerasi Reformasi Birokrasi

Opini186 views

Penulis : Juliana (Mahasiwa Magister Ilmu Administrasi, Pascasarjana Universitas Islam Riau).

NPM : 197121054

Pekanbaru:Riaunet.comPerjalanan panjang reformasi birokrasi di Indonesia kini telah memasuki fase ketiga  atau fase terakhir dari peta jalan reformasi birokrasi, sebagaimana yang termaktub dalam Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional.

Fase terakhir ini akan sangat menentukan keberhasilan peta jalan perubahan untuk mengantarkan bangsa Indonesia menuju negara adil dan makmur dan sejahtera, dengan pra kondisi terbangunnya birokrasi yang berkelas dunia, yaitu birokrasi yang baik dan bersih (good and clean bureaucracy).

Reformasi Birokrasi merupakan suatu keniscayaan dalam membangun birokrasi kelas dunia, utamanya dalam mempersiapkan langkah strategis yang terukur guna memastikan terciptanya perbaikan tata kelola pemerintahan menopang jalannya pembangunan nasional dan meningkatkan daya saing bangsa.
Dalam peta jalan (roadmap) reformasi birokrasi fase ketiga ini, pengelolaan reformasi birokrasi sejatinya dirancang dengan lebih mengutamakan empat asas utama yaitu fokus, prioritas, implementatif, dan kolaboratif.

Empat asas yang ada diharapkan dapat menjadi pilar utama  untuk memastikan pengelolaan reformasi birokrasi dilakukan secara akuntabel dan terukur. Instansi pemerintah pada berbagai tingkatannya diharapkan dapat  menetapkan tujuan dari reformasi birokrasi 2020-2024, yang disesuaikan dengan “demand-based reform” sehingga dapat berperan dalam mewujudkan pemerintah berkelas dunia.
Keberhasilan reformasi birokrasi yang dipersyaratkan guna mencapai birokrasi kelas dunia dapat dicermati dari capaian beberapa indicator yang bersifat global, yakni Indeks Kemudahan Melakukan Investasi (Ease of Doing Business), Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index), Indeks Efektivitas Pemerintah (Government Effectiveness Index), dan Trust Barometer.

Birokrasi di Indonesia telah ditandai dengan semakin mendekatnya praktik tata kelola pemerintahan yang mengarah pada praktik paradigma New Public Management, yang ditunjukkan dengan upaya menciptakan efektivitas, efisiensi, dan pemerintahan yang berorientasi pada hasil.

Baca Juga:  [OPINI] Kendala Serta Peran Orangtua Dalam Sistem Pembelajaran Daring Di Masa Pandemi Covid-19

Berbagai upaya terobosan terus dilakukan dalam upaya meningkatkan adaptasi kontekstual masing-masing instansi pemerintah, yang terus berlomba-lomba menciptakan value baru di lingkungan instansinya masing-masing, kesemuanya diarahkan untuk tetap kondusif mendukung internalisasi perubahan mind-set dan cultural set dengan mengedepankan “demand-based reform”.

Kita dapat menyaksikan semakin masifnya upaya peningkatan kualitas pelayanan publik yang terus diupayakan oleh pemerintah pusat dan daerah dengan mengembangkan/membangun sistem pelayanan terintegrasi (Mal Pelayanan Publik), Sistem Informasi Pelayanan Publik dan Pelayanan Publik Berbasis Elektronik (eServices), Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4NLAPOR!) yang responsif, dan juga inovasi pelayanan publik lainnya.

Pemanfaatan informasi teknologi dan internet of thing menjadi “keterpaksaan” baru, telah terjadi perubahan secara masif budaya kerja dan cara berpikir ASN, beberapa ahli meramalkan pasca­ pandemi ini, kita akan menghadapi apa yang disebut The New Normal. Suatu kondisi global yang meru­pakan akumulasi bagaimana kita umat manusia berperilaku menuju kondisi normal yang baru.

Penerapan e-governance yang semakin masif sebagai dampak WFH perlu terus ditingkatkan pemanfaatannya pada masa The New Normal, hal ini sebagai perwujudan implementasi dari digitalisasi data dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning, system delivery,penatausahaan, e-controllinge-reporting hingga e-monev serta aplikasi custom lainnya.

Masifnya implementasi e-gorvernance sejatinya merupakan perwujudan reformasi birokrasi yang konstektual sebagai antithesis reformasi birokrasi prosedural (dokumen-dokumen administratif, absensi dan tunjangan kinerja).
Hal ini perlu diikuti dengan audit organisasi untuk memetakan seberapa penting dan mendesaknya keberadaan suatu organisasi, perlu langkah lebih lanjut dalam membagi urusan K/L baik struktural maupun nonstruktural menjadi lebih jelas lagi, duplikasi pekerjaan akibat terlalu banyak urusan yang tumpang tindih antara satu kementerian/lembaga dengan yang lainnya menjadi tantangan tersendiri untuk dicarikan solusinya. (Rls)

Baca Juga:  [Opini] Awasi Perusahaan Nakal Yang Bermain Harga TBS

Komentar