Pekanbaru: Riaunet.com-Kabag Humas Pengadilan Negeri Pekanbaru, Martin Ginting dipastikan akan dipanggil oleh PN Pekanbaru sebagai saksi pelapor dalam sidang kasus Media lawan Bupati Bengkalis yang sekarang sedang viral di Riau.
Sidang kasus ini sendiri sudah bergulir sebanyak delapan kali, tapi tidak sekalipun saksi pelapor hadir dalam sidang di PN Pekanbaru.
Hal ini jadi bahasan utama dari solidaritas pers Riau yang mengawal kasus ini di PN Pekanbaru Kamis (20-9-2018). Sidang yang menjadikan pimpinan media www.harianberantas.co sebagai terdakwa karena memberitakan kasus dugaan korupsi Bansos Kabupaten Bengkalis 2012. Kasus ini sebelumnya telah menjerat dan menghukum delapan orang pejabat di Bengkalis termasuk mantan Bupati Belitan Saleh dan mantan Ketua DPRD Bengkalis Jamal Abdillah mendekam di penjara.
Adalah Toro Laia, pimpinan media itu memberitakan dugaan keterlibatan Bupati Bengkalis Amril Mukminin dalam kasus itu secara maraton di medianya. Karena fakta persidangan sebelumnya, Toro tidak melakukan cek ricek ke pihak Amril Mukminin. Hal ini dijadikan alasan pihak Amril Mukminin untuk melaporkan Toro dan medianya ke Dewan Pers.
“Pada bulan Maret 2017, Toro dan medianya telah di”vonis” oleh Dewan Pers dan kedua belah pihak harus mematuhi PPR yang dikeluarkan Dewan Pers untuk mengakhiri pertikaian mereka. Isi PPR itu adalah pihak media harus meminta maaf sebanyak tiga kali dan pihak Amril Mukminin mengirimkan hak jawabnya ke media itu sebanyak delapan kali. Putusan itu mengacu pada UU Nomor 40 Tahun 1999, sebagai payung hukum pekerja jurnalistik dalam menjalankan profesinya,” ungkap Munazlen Nazir salah seorang wartawan yang melakukan aksi solidaritas di depan PN Pekanbaru.
Namun, usai PPR Dewan Pers itu, pihak media sudah melakukan permintaan maaf sebanyak tiga kali, tapi malah pihak yang mendekatkan yakni Bupati Bengkalis Amril Mukminin tidak pernah mengirimkan hak jawabnya. Dan malah melaporkan ulang Toro ke Polda Riau dengan sangkaan pelanggaran UU ITE.
Semntara itu, Feri Sibarani, korlap aksi solidaritas hari ini menyatakan keheranannya.
“Bergulirnya kasus ini sejak awal telah mendapat sorotan media lokal dan juga nasional. Pertanyaan yang muncul adalah, saat seorang pejabat yang namanya masuk daftar penerima dana korupsi diberitakan hasil fakta di persidangan tapi malah wartawan yang memberitakannya dikriminalisasi dengan UU ITE. Tidak mengerti atau tak mau tahu dengan UU kah seorang Bupati Bengkalis ini?,” ujarnya.
“Dan kejanggalan lainnya, saat mulai persidangan tak pernah sekalipun saksi pelapor Amril Mukminin hadir dalam persidangan. Padahal dalam etikanya saksi pelapor adalah orang pertama yang hadir hadir dalam pemeriksaan di persidangan,” tambah Feri.
Dugaan awam tentu bermacam-macam. Apakah sang Bupati mengerti UU, atau tidak paham UU. Minimal, saat akan melaporkan pihak media tentu harus berkonsultasi dan membuka diskusi dulu dengan yang ahli dalam hal itu.
“Awalnya sudah benar tindakan Bupati itu. Melaporkan media dan pengelola ke Dewan Pers. Dan sudah di “sidang” di Dewan Pers. Bahkan sudah diberi sanksi pada media dan wartawannya. Tapi koq tidak mau menjalankannya. Malah lari ke UU lainnya. Tentu kita bisa menduga hal lainnya dibalik upaya pengkriminalisasi ini,” ungkap Abidah, salah seorang wartawan lain yang juga ikut prihatin dengan persidangan ini.
Hal lain yang menjadi sorotan bagi media adalah saksi yang dihadirkan oleh Bupati Bengkalis Amril Mukminin dalam persidangan ini tidak satupun orang pers yang kompeten dan kredibel. Dan setiap ada pertanyaan dari hakim malah dijawab “lupa”.
“Kalau selalu menjawab tidak ingat, apa tidak bisa kita katakan saksi itu lupa ingatan. Wah bahaya itu,” ujar Suriani Siboro, juga salah seorang wartawan yang setia mengawal kasus ini dari awal.
Sampai berita ini diturunkan, sidang masih berjalan setelah lima kali sidang ditunda karena berbagai alasan. [Rom].
Komentar