Bengkalis:Riaunet.com~Sangat di sayangkan sampai terjadinya persidangan dugaan pelanggaran pasal 27 ayat (3) jo pasal 45 ayat (3) undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 2016 atas perubahan uu No 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang dituduhkan Bupati Bengkais Amril mukminin kepada Pimpinan Redaksi harian Berantas, seperti yang telah dimuat pada berbagai media informasi yang ada kemarin.
“Menanggapi peristiwa hukum ini salah seorang tokoh muda Bengkalis M Fachrorozi menilai, Seharusnya hal yang seperti ini jangan sampai terjadi, karena dapat saja dianggap sebagai stigma negatif dan arogansi bagi seorang Bupati Amril mukminin dalam kepemimpinannya, yang di anggap tak mampu meanulir sebuah pemberitaan dan kritikan secara positif,
Langkah bijak seorang pemimpin itu adalah bagaimana ia mampu menempatkan kritikan dalam pemberitaan menjadi sebuah masukan yang bersifat membangun untuk berbagai perubahan bukan malah sebaliknya yang justru bisa semakin rumit, ujar peria yang biasa di sapa agam ini.
Lanjudnya apalagi para insan pers yang ada di republik ini dinilai agam bukanlah merupakan sesuatu yang di pandang tabu lagi atau terlarang melainkan legitimasinya di lindungi undang-undang No.40 tahun 1999 tentang pers, inilah yang memperkuat hak profesi mereka dalam menggali dan memberikan informasi kepublik sebagai kuli tinta.
Juga di perkuat dengan UU RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia( HAM) yang merupakan hak dasar secara kodrat melekat pada setiap manusia secara universal dan tak boleh di rampas, di tambah lagi UU No.9 tahun 1998 tentang kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum.
“Masih agam’ Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang juga merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan,tulisan dan sebagainya”, hal ini sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak asasi manusia, tegas peria yang banyak terlibat aktif di berbagai organisasi ini juga tidak asing lagi dengan dunia jurnalistik.
Ia pun melihatnya, persidangan yang di gelar di Pengadilan Negri Pekanbaru kamis kemarin ( 2/8/2018 ) yang di tunda karena ketidak hadiran saksi pelapor dan akan di lanjutkan pada pekan depan kamis ( 9/8/2018 ) nanti masih dengan agenda yang sama pemeriksaan saksi atau bukti dari JPU di pandangnya seperti ada unsur kesengajaan oleh para saksi pelapor untuk tidak hadir.
“Menurutnya ini merupakan langkah yang salah, dengan Ketidak hadiran Bupati Amril mukminin dan para saksi pelapor yang lainnya pada sidang lanjutan hari kamis kemarin atas terdakwa pimpinan redaksi (pimred) harian Berantas Toro, justru dinilai sebagai pertanda yang tidak baik kesannya, ada indikasi yang mencerminkan sikap ketidak siapan atas arogansi mereka sebagai pelapor, tentunya ini bisa menjadi presedent buruk nanti bagi pencitraan dirinya sebagai seorang Bupati.
seharusnya untuk lebih fokus dengan konten hukum atas poin yang di laporkannya saksi pelapor hendaknya wajib menghadiri setiap tahapan persidangan untuk persoalan yang telah di laporkannya,agar semuanya bisa terang benderang terhadap yang di tuduhkannya, bukan malah menghindar tidak hadir dengan alasan klasik, ujar agam.
Dalam situasi ini Hakim dan jaksa kita minta juga harus jeli dan bijak, tidak hanya berpijak pada aspek hukumnya saja tapi dari sisi sosiologinya menjadi pertimbangan, kita tidak mau hukum itu di jalankan hanya berdasarkan siapa orangnya, pangkat,jabatan serta kapasitas, lalu hukum baru dilaksanakan untuk kepentingan sepihak itu sama saja tidak adil dan zolim namanya.
“Kita mengingatkan kembali kepada para Hakim yang menangani kasus ini dengan segala kekuasaannya sesuai dengan UU Nomor 48 tahun 2009 mengenai kekuasaan kehakiman hendaknya mampu menunjukkan hukum yang betul-betul objektif selama proses yang akan berlansung nantinya dan menempatkan hukum itu pada posisi ideal, bukan karena atas pemaksaan kehendak dan keinginan seseorang, pintanya. (Rom/Rls)
Komentar